Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan Bawa Boti Ke Rumah, Ucap Mama



Aku selalu berpikir bahwa hubungan pertemanan adalah tentang kenyamanan, tanpa perlu memikirkan label atau penilaian orang lain. 

Itulah sebabnya aku tak pernah merasa ada yang salah ketika mengajak Dion, sahabatku sejak SMA, untuk menginap di rumah. 

Dion memang berbeda, dengan caranya bicara yang melambai dan gaya yang ekspresif, tapi aku nyaman dengannya. 

Kami berbagi cerita, tertawa bersama, dan aku merasa dia sahabat terbaik yang pernah kumiliki.

Namun, semuanya berubah saat Mama memberiku ultimatum. 

"Jangan lagi bawa boti ke sini," katanya tegas suatu malam, dengan nada suara yang mengiris. 

Aku terdiam, bingung sekaligus kesal. Dion adalah temanku. Kenapa Mama harus mengatur siapa yang boleh atau tidak boleh masuk ke rumah?

"Kamu tahu kan, tetangga suka ngomongin hal-hal kayak gitu. Mama nggak mau mereka mikir yang aneh-aneh tentang kamu," tambahnya.

Aku tahu ini bukan hanya soal tetangga. Mama malu. Dia malu karena anaknya yang dianggap manly, atletis, dan idaman banyak orang, justru berteman dengan seseorang yang menurutnya ‘tidak sesuai’.

Namun, yang membuatku lebih heran, bagaimana Mama bisa tahu Dion adalah seorang boti?

Aku tidak pernah membahasnya, dan Dion pun bukan tipe orang yang suka memamerkan orientasinya. Selama ini, aku mengira Mama tidak terlalu peduli. Ternyata, aku salah.

Di tengah ketegangan ini, aku memutuskan untuk mengonfrontasi Mama secara langsung.

"Ma, kenapa sih harus ribet sama Dion? Dia cuma temen. Lagian, aku tuh nggak seperti yang Mama pikirin," ujarku, mencoba menahan emosi.

Mama memandangku dengan tatapan lembut tapi tegas. 

"Nak, Mama cuma mau kamu sadar siapa dirimu sebenarnya. Kamu itu cowok banget, manly, pasti banyak cewek tergila-gila. Cobalah untuk jalan sama mereka demi masa depanmu."

Kata-kata itu menusuk. Aku ingin marah, tapi aku tahu niat Mama hanya melindungiku.

Aku juga harus jujur jika selama ini telah banyak yang kulakukan sama Dion di kamar.

Sudah tak terhitung berapa kali Dion kusetubuhi, dan dia menikmatinya.

Sudah tak terhitung berapa banyak malam kulalui dengan Dion dan keringat kami menyatu dalam dekapan mesra.

Rasanya Dion sudah hafal seluruh lekuk tubuhku, bahkan sampai sudut-sudutnya.

Tanpa status sebagai pacar, hanya sebagai teman.

-00-

Namun, ada perasaan tidak nyaman yang mengganjal. Apakah aku harus membuktikan diri pada Mama? Apakah aku harus membuktikan sesuatu pada dunia?

Akhirnya, aku mencoba menuruti saran Mama. Aku mulai membuka diri pada cewek-cewek di kampus yang selama ini menunjukkan ketertarikan padaku. 

Awalnya, aku melakukannya dengan setengah hati, hanya untuk memenuhi harapan Mama. 

Namun, semakin aku mengenal mereka, aku mulai menikmati perhatian mereka, senyum mereka, dan cara mereka membuatku merasa dihargai.

Aku ingat kencan pertamaku dengan Sarah, seorang gadis ceria dengan tawa yang menular. 

Kami berbicara tentang banyak hal, mulai dari musik hingga impian kami masing-masing. 

Ketika aku bersamanya, ada perasaan aneh yang muncul. Aku merasa nyaman, lebih dari itu, aku merasa seperti seorang pria seutuhnya.

Malam itu, aku pulang dengan pikiran yang kacau. Apakah ini yang Mama maksud? Ataukah ini hanya gejolak masa muda, seperti yang Mama katakan dulu?

Ketika aku merenung, aku sadar bahwa hidup ini penuh dengan pencarian. 

Tidak ada yang salah dengan mencoba memahami diri sendiri. Aku tetap berteman dengan Dion, meski kini jarang mengajaknya ke rumah. 

Aku juga mulai membuka hati untuk hubungan yang lebih serius dengan perempuan.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi satu hal yang pasti: aku ingin menjalani hidupku dengan jujur, apa pun itu artinya.

Posting Komentar untuk "Jangan Bawa Boti Ke Rumah, Ucap Mama"