Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BFku Jago Masak | Cerpen


Cinta di Lantai 14

Lantai 14 Apartemen ini punya pesona tersendiri saat matahari sore mulai condong ke barat. Dari balkon kecil di ujung ruang tamu, langit Jakarta terlihat berpendar jingga, kontras dengan siluet gedung-gedung tinggi. 

Angin pelan mengusap wajahku, membawa aroma rosemary yang tumbuh di pot kecil gantung. Tempat ini adalah tempat favoritku.

Bukan hanya karena pemandangan atau udara segarnya, tapi karena seseorang yang tinggal di sini, Difky, pacarku—dan juga juru masak terbaik yang pernah kutemui.

“Aku masak yang ringan aja ya hari ini. Coba resep baru kemarin waktu kursus,” katanya sambil menyalakan kompor di dapur mungil, yang didesain minimalis dengan warna putih dan coklat muda.

“Aku suka yang ringan. Yang penting kamu yang masak,” jawabku sambil membuka laptop, pura-pura kerja. 

Padahal pikiranku sudah membayangkan aroma mentega dan keju yang sebentar lagi akan menyeruak.

Difky memang bukan sembarang juru masak. Ia lulusan sekolah kejuruan jurusan tata boga, lanjut ambil sertifikasi culinary art selama enam bulan di Bangkok Culinary Institute, lalu lanjut kursus spesialisasi masakan Nusantara di LPK Bina Rasa. 

Sekarang, ia kerja di sebuah hotel bintang lima, menangani dapur bagian main course—tapi keahliannya menyebar ke semua lini dapur.

“Aku bikin kroket isi smoked beef dan keju, trus dessert-nya lemon sponge cake pakai whipped cream homemade ya,” katanya.

“Aku lapar bahkan sebelum kamu nyalain oven,” candaku.

Ia tertawa. “Camilan dulu biar gak lemas nunggu dinner.”

Di dapurnya yang sempit namun efisien itu, alat-alatnya tertata rapi. Ada timbangan digital, oven listrik ukuran sedang, mixer tangan, hingga alat pemotong multifungsi. 

Semua punya fungsi masing-masing, dan ia menggunakannya seperti seorang seniman dengan kuasnya.

“Eh, kamu udah cerita belum, jenis-jenis camilan yang sering kamu bikin waktu kuliah dulu?” tanyaku sambil mencomot sepotong keju dari meja.

“Dulu tugas akhirku bikin variasi camilan home made. Ada pastel mini isi abon, sosis solo frozen, sampai cheese stick bayam. Banyak yang bisa dibuat tanpa pengawet, jadi cocok buat dijual rumahan. Tinggal belajar manajemen stok dan teknik penyimpanan aja.”

“Terus, kalau sertifikat yang kamu punya itu penting gak sih buat kerja di hotel?”

“Penting banget. Sertifikat kayak Sertifikat Kompetensi Juru Masak (SKJM) atau sertifikasi BNSP itu yang bikin kita bisa naik kelas. Hotel bintang lima pasti cari yang punya sertifikat plus jam terbang.”

Ia menyendokkan adonan kroket ke tangan, membentuk bulat lonjong, lalu menggulingkannya ke tepung roti. Wajahnya fokus, matanya penuh perhitungan.

Sambil menunggu, aku duduk di balkon kecil apartemen, tempat yang biasa kami gunakan buat makan malam. 

Ada meja kayu lipat dan dua kursi besi, dihiasi lampu gantung kecil. Kadang kami pasang lilin aromaterapi, biar makin romantis. 

Di sinilah tempat kami tertawa, ngobrol, kadang saling diam tapi hangat.

Sesekali, kalau hasrat sedang memuncak, kami kadang bercinta di balkon, tentunya malam hari, semua lampu kami matikan. Begitulah cara kami melepas penat.

Telanjang berdua sambil berpagut mesra, menjilati puting dan bergantian menggenjot, kami adalah pasangan vers yang fleksibel. Haha

-00-

Tak lama, aroma gorengan mentega dan daging asap memenuhi ruang. Lalu wangi manis lemon yang keluar dari oven. 

Rasanya tak perlu makan di restoran mahal. Bahkan kami sangat jarang melakukannya.

“Jadi chef itu seru ya?” tanyaku saat kami duduk menikmati kroket panas dan teh melati hangat.

“Seru. Tapi capek juga. Makanya aku paling suka masak buat kamu. Lebih tenang, gak dikejar-kejar head chef.”

Aku tersenyum. “Berarti aku pelanggan VIP dong?”

“Lebih dari itu,” katanya, menyuapiku sepotong cake. “Kamu satu-satunya orang yang aku masakin gak pakai sistem rotasi dapur.”

Kami tertawa.

Saat malam mulai turun, dan lampu-lampu kota mulai menyala seperti bintang, aku sadar, kencan terbaik bukan di restoran mahal atau bioskop dengan kursi empuk. 

Tapi di balkon mungil lantai 14, ditemani orang yang kucinta, dan camilan buatan tangannya yang selalu berhasil membuatku jatuh cinta—lagi dan lagi.

setelah itu, sebuah kecupan mesra landas di pipiku.

"Lagi pengen?"

Dia mengangguk. Dengan penuh antusias aku lepaskan kaos hitamnya dan mengendus perut ratanya.

"Geli anjirr... Pelan-pelan," protesnya sambil tertawa.

Lalu kubuka pelan resleting celananya, sempak putih dan gundukan kenyal langsung menyembul.


By Agass

Posting Komentar untuk "BFku Jago Masak | Cerpen"