Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mas² Singlet Putih


Jam dinding di kedai makanan tempatku kerja baru menunjuk pukul 09.00, dan seperti biasa, handphone kasir bakal berbunyi tanda ada pesanan. 

Aku udah hafal siapa orang pertama yang bakal muncul di layar pesanan: Raka. Anak kos yang tinggal nggak jauh dari kedai, mungkin sekitar 500 meteran aja.

"Aku antar ya, Mbak," kataku buru-buru ke kasir.

Kasir cuma nyengir, kayak udah ngerti alasanku kenapa selalu semangat.

Bukan semata karena kerjaan, tapi ya… karena orang yang kupesanin itu punya sesuatu yang bikin aku betah.

Raka selalu muncul di depan pintu kosnya dengan gaya santai: singlet, celana pendek, kadang bahkan shirtless. Badannya atletis, kulitnya putih bersih, kayak orang yang rajin ngerawat diri. 

Buat dia mungkin itu hal biasa, tapi buatku, pemandangan itu bikin pagi-pagi jadi penuh energi.

-00-

Pertama kali aku antar ke dia, aku sempet salah tingkah.

"Pesanan nasi ayam teriyaki ya, Mas," kataku waktu itu, menunduk biar nggak terlalu keliatan mataku ngelirik ke arah dadanya yang bidang.

"Iya, makasih ya. Tiap pagi kayaknya aku bakal jadi pelanggan tetap, nih," jawabnya sambil ketawa kecil.

Dari situlah mulai kebiasaan itu terbentuk. Setiap pagi aku selalu dapat jatah nganter ke kos dia.

Kadang aku pura-pura ngeluh biar nggak ketahuan kalau aku sebenarnya suka.

"Masih dia lagi, ya?" teman kerjaku suka godain.

Aku cuma nyengir, padahal dalam hati, aku seneng setengah mati.


Lama-lama aku save nomornya. Alasan awalnya sih biar gampang koordinasi kalau pesenan udah nyampe atau kalau dia mau request menu. 

Eh, ternyata dia juga save nomorku. Dari situ kami mulai sering chat tipis-tipis.

Awalnya sekadar,
"Mas, pesanan besok mau menu apa?"

Dibalasnya santai,

"Apa aja deh, yang penting jangan telat. Aku jam 9 udah laper banget."

Tapi lama-lama obrolan ngalir ke hal-hal kecil. Dari keluhannya tentang kuliah online, sampai ceritanya kalau lagi rajin nge-gym sore. Aku pun jadi makin penasaran.

Yang bikin aku makin seneng: dia cukup sering update WhatsApp Story. Kadang pap area gym, kadang selfie di kamar kos. 

Aku yang diam-diam sering buka story itu jadi kayak punya rutinitas tambahan. Rasanya aneh, aku bukan tipe orang yang gampang ngefans sama orang, tapi sama Raka, aku merasa beda.


Suatu pagi, saat aku nganter lagi, dia nyambut dengan kondisi lebih santai dari biasanya. Shirtless, cuma pakai celana pendek. Aku kaget, sempet salah tingkah, tapi dia cuek banget.

"Sorry ya, baru bangun. Tadi ketiduran abis subuh," katanya sambil garuk-garuk kepala.

Aku canggung, "Ngg… gpp kok, Mas. Nih makanannya."

Dia ketawa kecil, lalu tiba-tiba nyeletuk,

"Eh, kamu selalu yang nganterin aku ya? Aku jadi hafal wajahmu sekarang."

Aku senyum kaku, nggak tau harus jawab apa. Dalam hati, aku pengen bilang, "Iya, karena aku yang selalu rebutan biar bisa nganter ke sini."


Malamnya, aku lihat story dia lagi. Kali ini dia update video pendek: lagi angkat barbel di kos, pake singlet tipis. Aku refleks nonton berulang-ulang. Aku nggak pernah komentar, cuma jadi silent admirer. Tapi anehnya, malam itu dia nge-chat duluan.

"Eh, keliatan ya aku sering nge-gym? Jangan diketawain deh."

Aku buru-buru balas, "Nggak kok, keren malah. Badannya terawat banget."

Dia kasih emot ketawa, "Wkwk, thanks. Aku emang suka ngerawat diri, soalnya gampang banget jerawatan kalau males mandi."

Obrolan ngalir panjang sampai tengah malam. Dari situ aku makin yakin, dia bukan sekadar pelanggan biasa buatku.

Beberapa hari kemudian, aku nganter lagi ke kosnya. Tapi kali ini beda. Dia nggak langsung ambil makanan, malah ngajak ngobrol di depan pintu.

"Kamu tiap pagi capek nggak sih nganter ke sini?" tanyanya.

Aku geleng. "Nggak, aku udah biasa. Lagian dekat juga."

Dia ngangguk, lalu nanya lagi, "Besok kalau kamu ada waktu, temenin aku ke gym, mau nggak?"

Aku sempet bengong. Itu pertama kali dia ngajak sesuatu di luar rutinitas.

"Eh… boleh sih. Tapi aku nggak biasa nge-gym."

"Nggak masalah, aku ajarin. Kan enak ada temennya."


Keesokan harinya, aku beneran ikut dia ke gym dekat kos. Rasanya agak kikuk, tapi dia bikin suasana santai.

"Tarik napas, buang pelan-pelan. Jangan tegang, santai aja," katanya sambil ngarahin aku angkat beban ringan.

Aku cengengesan, "Ya ampun, aku malah kayak murid baru nih."

Dia ketawa, "Emang iya, murid baru yang rajin nganterin sarapan gurunya."

Kami latihan sebentar, lalu duduk di pojokan minum air mineral. Dari dekat, aku bisa lihat wajahnya lebih jelas tanpa harus curi-curi pandang.

Dia tipe orang yang bersih, kulitnya mulus, dan wangi sabun yang nempel bikin suasana jadi nyaman.

"Aku penasaran," tiba-tiba dia ngomong, "kenapa tiap kali aku pesen, kamu yang nganter? Apa udah dijatahin?"

Aku grogi, nyengir. "Hmm… iya, bisa dibilang gitu. Aku udah hafal rute kos kamu, jadi lebih gampang."

Dia melirik dengan senyum nakal, "Atau jangan-jangan kamu emang suka nganter ke sini?"

Aku langsung salah tingkah. "Hehe… mungkin."

Dia nggak komentar banyak, cuma senyum lebar. Tapi dari tatapannya, aku ngerasa dia ngerti sesuatu yang nggak pernah aku ucapkan.


Hari-hari setelah itu terasa lebih ringan. Aku tetap rutin nganterin sarapannya, tetap jadi penonton setia story WhatsApp-nya, dan kadang kami chat random sampai larut malam. 

Aku nggak pernah berani bilang kalau aku diam-diam mengaguminya, tapi entah kenapa, aku merasa dia udah bisa baca perasaanku dari caraku memperlakukannya.

Suatu sore, setelah pulang kerja, aku dapet chat darinya.

"Besok jangan buru-buru pulang habis nganter. Temenin aku sarapan bentar ya."

Aku baca berulang kali sambil senyum-senyum sendiri.

Mungkin buat orang lain ini cuma hal kecil, tapi buatku, bisa duduk sarapan bareng dia adalah momen yang selama ini aku bayangin diam-diam. Dan besok, sepertinya mimpi kecil itu bakal jadi kenyataan.

Posting Komentar untuk "Mas² Singlet Putih"