Sopir itu Kini BFku (9)
Usai sarapan ringan yang dibuat oleh pembantu rumah tangga di dapur belakang, Bima dan Galih duduk santai di teras samping yang menghadap taman.
Matahari sudah naik, menimpa dedaunan dan memantulkan cahaya dari genteng rumah joglo yang besar dan klasik itu.
Angin sepoi-sepoi meniup lembut, membawa aroma kayu ulin yang menguar dari tiang dan dinding rumah.
Bima memutar gelas jusnya sambil melirik Galih di sebelahnya.
“Gue mikir... kenapa kita gak jadi BF aja?”
Galih yang sedang menyeruput kopi hampir tersedak. Ia menoleh dengan mata membulat, lalu tertawa lepas.
“BF? Hahaha. Lu mabok jus apa gimana?”
“Beneran. Gak lucu ya?” Bima mengangkat alis pura-pura serius.
Galih mengusap dagunya, masih geli.
“Bukan gak lucu, cuma... ya masa gitu amat mikirnya. Cewek masih banyak, Bim. Jangan cepet-cepet mutusin hal aneh.”
Bima tersenyum kecil, matanya memandangi ikan koi yang berenang pelan di kolam pinggir taman.
“Gue cuma... ngerasa sejak lu ada, gue gak sepi. Gue kayak punya kakak.”
Galih diam, matanya tak menjauh dari wajah Bima.
Lalu dengan suara pelan, ia mengingatkan, “Tapi gue nemenin lu cuma setahun.”
Bima menoleh cepat. “Terus setelah setahun lu mau ke mana?”
“Mungkin balik ke perusahaan paman. Kalau gak berubah rencana ya, gue tetep kanit divisi driver.”
“Jadi sopir juga?” tanya Bima sambil pura-pura merajuk.
Galih tertawa. “Enggak dong. Kan udah kepala unit.”
“Hmm... tapi kita masih bisa ketemu kan?”
Galih menyipitkan mata, “Buat apa?”
“Buat tidur bareng lah!” Bima langsung tertawa dan menepuk bahu Galih.
Galih menggeleng tak percaya. “Dasar bocah.”
Tapi senyumnya tidak bisa disembunyikan.
Bima lalu menatap Galih dengan sungguh-sungguh, nada suaranya lebih pelan.
“Mulai malam ini... lu tidur di kamarku ya. Gak usah di sofa lagi.”
Galih sempat menunduk, “Terus kamarku?”
“Kosongin aja. Pindah ke kamarku. Tidur di ranjang. Deal?”
“Bim...”
“Gak ada ‘tapi’, ini rumah gue, kamar gue, dan lu sopir pribadi gue. Jadi semua gue yang atur.”
Galih menghela napas, pasrah. “Oke. Tapi jangan ngelunjak ya.”
Bima tersenyum puas, seperti anak kecil yang baru saja berhasil mendapatkan mainan favoritnya.
“Enggak kok,” jawabnya, sambil menyandarkan tubuh ke punggung kursi. “Gue cuma pengen tiap malam tidur nyenyak... sama guling hidup yang namanya Galih.”
Galih tak menjawab. Ia hanya menatap langit sebentar, mencoba menenangkan degup jantungnya yang entah kenapa, akhir-akhir ini mulai sering tidak beraturan.
Posting Komentar untuk "Sopir itu Kini BFku (9)"