Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Semua Pengen Deket Raka


Namanya Raka. Bukan lelaki yang gagah berotot seperti model iklan pakaian olahraga. 

Tubuhnya biasa saja, tapi entah mengapa orang betah di dekatnya. Ada sesuatu yang membuatnya berbeda—inner guy, begitu ia menyebutnya dalam hati.

Raka dulu bukan tipe yang menarik. Ia cerewet, suka memotong pembicaraan, dan jarang memperhatikan penampilan. 

Sampai suatu ketika, di ruang kuliah, ia melihat teman-temannya lebih senang duduk di dekat Arif—lelaki pendiam yang jarang bicara, tapi sekali membuka mulut, semua orang terdiam mendengarkan. 

Dari situlah Raka belajar: mungkin karisma bukan soal banyak bicara, tapi kapan harus diam.

Sejak itu ia mulai menahan diri. Ia bicara seperlunya, dengan kalimat singkat tapi tepat. Anehnya, orang justru makin penasaran. 

Saat ia tersenyum kecil, orang lain menunggu ia menambahkan sesuatu, seolah diamnya adalah misteri yang menyenangkan.

Di malam-malam sepi, ia membiasakan diri membaca—buku, artikel, bahkan sekadar berita ringan. Wawasannya perlahan bertambah. 

Ketika mengobrol, ia bisa menyelipkan informasi baru tanpa terlihat menggurui. Teman-temannya kerap berkata, “Ngobrol sama Raka itu bikin waktu nggak kerasa.”

Namun hal yang paling membuat Raka berbeda adalah kemampuannya mendengar. Ia tidak lagi sibuk menyiapkan jawaban sebelum lawan bicara selesai. 

Ia benar-benar memperhatikan, menatap mata lawan bicara, sesekali mengangguk. Ketika Dina, temannya, curhat soal keluarganya, Raka hanya menjawab singkat: “Aku ngerti, itu pasti berat.” Dan ajaibnya, itu cukup membuat Dina merasa tenang.

Tubuhnya juga ia rawat. Bukan dengan ambisi perut sixpack, tapi sekadar jogging ringan dan push-up tiap pagi. 

Hasilnya sederhana: postur lebih tegak, wajah lebih segar. Ia belajar bahwa proporsionalitas lebih penting daripada pamer otot.

Ada satu hal kecil tapi penting: aroma tubuh. Raka selalu memastikan dirinya bersih, memakai deodoran ringan, dan sedikit parfum segar. 

Teman-temannya sering berkomentar, “Duduk di sampingmu enak, nggak bikin pengap.” Ia tersenyum; ternyata kenyamanan sekecil itu bisa memberi kesan besar.

Hari itu, di sebuah kafe kampus, Dina berkata sambil menyeruput kopinya, “Tau nggak, Rak? Kamu itu nggak harus ganteng, tapi entah kenapa orang betah ngobrol sama kamu.”

Raka terdiam sejenak. Ia tidak butuh jawaban panjang. Ia hanya menatap Dina, tersenyum tipis, dan berkata, “Mungkin karena aku lebih suka dengar daripada bicara.”

Dina tersenyum balik. Dan pada momen itu, Raka sadar: inner guy bukanlah topeng, melainkan cermin dari bagaimana ia menghargai orang lain. 

Karisma datang bukan dari tubuh besar atau kata-kata manis, melainkan dari sikap yang membuat orang merasa lebih baik setelah berjumpa.

Dan sejak hari itu, Raka berjalan dengan lebih ringan. Ia tahu, daya tarik sejatinya sudah tumbuh dari dalam dirinya sendiri.

Posting Komentar untuk "Semua Pengen Deket Raka"