Tidur Tanpa Celana Dalam
Malam itu, Yoga dan Hubi duduk di teras kos, ditemani suara jangkrik dan semilir angin. Kopi hitam masih mengepul di meja kecil. Obrolan mereka, seperti biasa, melompat dari topik serius ke candaan receh.
“Bro, lo pernah nggak sih tidur tanpa celana dalam?” tanya Hubi tiba-tiba, sambil menyesap kopi.
Yoga melirik, lalu terkekeh. “Pertanyaan lo absurd banget. Kenapa emangnya?”
“Gue baca artikel katanya lebih sehat. Tapi gue ragu, takut malah jadi aneh atau malah nggak nyaman.”
Yoga menaruh cangkirnya, lalu menyandarkan tubuh di kursi. “Nggak aneh kok. Gue udah lama biasa tidur begitu. Justru badan rasanya lebih enteng.”
Hubi terbelalak. “Serius? Jadi lo tiap malam freeball gitu?”
“Ya nggak tiap malam juga. Kadang kalau lagi capek banget atau kedinginan, ya pakai celana dalam. Tapi kebanyakan gue lebih milih nggak pakai,” jawab Yoga santai.
Obrolan itu jadi panjang. Yoga, yang memang hobi baca hal-hal soal kesehatan, mulai menjelaskan dengan gaya ala dosen tapi tetap santai.
“Lo tahu nggak, kalau tidur tanpa celana dalam itu bikin sirkulasi udara lebih baik? Area bawah lo tuh jadi lebih sejuk, nggak gampang lembap. Jadi bakteri atau jamur susah berkembang.”
Hubi mengangguk-angguk, meski wajahnya tampak geli. “Oke, itu masuk akal. Terus apa lagi?”
“Tidur juga jadi lebih nyenyak. Karena nggak ada yang menghimpit, badan lebih rileks. Kayak lo tidur pakai baju ketat sama kaos longgar, pasti lebih nyaman kaos longgar, kan?”
Hubi terkekeh. “Iya juga sih. Tapi emang ada hubungannya sama kesuburan? Gue pernah dengar katanya pria lebih subur kalau nggak pakai celana ketat.”
“Betul,” kata Yoga sambil mengangkat alis. “Suhu testis itu penting banget buat produksi sperma. Kalau terlalu panas, kualitas sperma bisa menurun. Nah, tidur tanpa celana dalam bantu jaga suhu tetap stabil.”
Hubi makin penasaran. “Terus ada minusnya nggak?”
“Ya ada. Kalau lo jarang ganti sprei, bisa aja malah bikin kotoran nempel langsung ke kulit. Atau kalau udara lagi dingin banget, bisa bikin nggak nyaman. Jadi intinya balik ke kebersihan dan kenyamanan lo sendiri.”
Obrolan makin seru. Hubi merasa seperti dapat kuliah kilat tentang kesehatan malam itu.
“Berarti kalau tidur pakai celana dalam masih aman dong?” Hubi memastikan.
“Aman banget. Asal bahannya katun, adem, dan nggak terlalu ketat. Yang bahaya tuh kalau lo pakai celana dalam seharian, terus dipakai juga buat tidur. Lembapnya dobel, bro.”
Hubi tertawa keras. “Wah, jadi kebiasaan gue tuh salah, ya. Gue sering banget begitu.”
Yoga ikut tertawa. “Makanya lo sering ngeluh gatal. Itu efek dari lembap dan gesekan kain.”
Malam makin larut, tapi percakapan tidak surut. Hubi jadi mulai merenung. Sebenarnya, tidur tanpa celana dalam bukan soal gaya hidup aneh, tapi soal kenyamanan dan kesehatan. Ia teringat beberapa kali merasa sesak dan panas saat tidur, tapi tidak pernah berpikir itu karena pakaian dalam yang dikenakan.
“Aduh, gue jadi pengen coba malam ini juga,” katanya sambil garuk kepala.
Yoga mengangkat cangkir, meneguk kopi terakhir. “Coba aja. Kalau nggak nyaman, besok tinggal balik pakai lagi. Kan bukan aturan wajib. Intinya jaga kebersihan dan pilih mana yang bikin lo tidur nyenyak.”
Hubi tersenyum. Dalam hati, ia sudah bertekad: malam ini, ia akan mencoba tidur lebih bebas, tanpa celana dalam. Bukan semata ikut-ikutan Yoga, tapi karena ia penasaran merasakan bedanya.
Saat kembali ke kamar, ia mengganti pakaian tidur. Celana dalamnya diletakkan rapi di atas meja. Ia berbaring, menarik selimut, dan membiarkan tubuh beristirahat tanpa balutan ketat.
Ada rasa aneh, tapi sekaligus lega. Udara terasa lebih sejuk, kulitnya lebih bebas. Beberapa menit kemudian, Hubi sudah tertidur pulas.
Di luar kamar, suara jangkrik masih sama, angin masih berhembus lembut. Tapi malam itu terasa berbeda—karena Hubi baru saja menemukan cara baru untuk menghargai tubuhnya sendiri.
Posting Komentar untuk "Tidur Tanpa Celana Dalam"