Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidupku Rusak Sejak Jadi Anak Kos



Dinding kamar kosku yang kumal seolah menjadi saksi bisu kehancuran hidupku.

Dulu, aku membayangkan kebebasan sebagai anak kos adalah gerbang menuju kemandirian.

Nyatanya, aku justru terperosok dalam jurang penyesalan yang tak berujung.
Kosku memang bebas. Terlalu bebas malah. Tak ada aturan jam malam, tak ada larangan membawa teman.

Awalnya, aku merasa seperti burung yang lepas dari sangkar. Tapi kebebasan itu justru menjadi bumerang.

Jauh dari pantauan orang tua, aku merasa bisa melakukan apa saja tanpa memikirkan akibatnya.
Semua berawal dari aplikasi kencan. Iseng-iseng, aku mencoba mencari teman baru.

Sampai akhirnya aku bertemu dengannya. Wajahnya yang manis dan senyumnya yang menawan membuatku terpikat. Kami bertukar pesan beberapa hari, lalu sepakat untuk bertemu.
Aku mengajaknya ke kosku. Entah apa yang merasukiku saat itu. Mungkin karena aku terlalu lama hidup sendiri, atau mungkin karena aku terlalu mudah tergoda oleh pesonanya.

Yang jelas, aku tak bisa menahan diri. Malam itu, kami berhubungan intim.
Awalnya, aku merasa seperti mendapatkan kebahagiaan sesaat. Tapi kebahagiaan itu tak bertahan lama.

Beberapa minggu kemudian, aku mulai merasakan gejala aneh pada tubuhku. Gatal-gatal, perih saat buang air kecil, dan demam yang tak kunjung reda. Aku panik.
Dengan berat hati, aku memberanikan diri pergi ke dokter. Setelah diperiksa, dokter mengatakan bahwa aku terinfeksi Infeksi Menular Seksual (IMS). Dunia serasa runtuh. Aku tak percaya ini terjadi padaku.
Saat dibawa ke rumah sakit, dokter dan keluarga memintaku untuk berbicara secara privat.

Dengan suara bergetar, aku menceritakan semua yang telah terjadi. Aku mengakui perbuatanku, dan betapa aku menyesalinya.
"Kenapa kamu melakukan itu?" tanya ibuku dengan nada lirih. Air matanya mulai menetes.
Aku tak bisa menjawab. Aku hanya bisa menunduk dan menangis. Aku tahu aku telah mengecewakan mereka.

Aku telah menghancurkan kepercayaan yang mereka berikan padaku.
"Ibu tidak menyangka kamu akan seperti ini," lanjut ibuku.

"Ibu mengirimmu ke sini untuk belajar, bukan untuk melakukan hal-hal yang tidak benar."
Kata-kata ibuku menghantamku seperti palu godam. Aku merasa seperti sampah. Aku merasa tak pantas mendapatkan maaf dari mereka.
Ayahku mencoba menenangkan ibuku.

"Sudahlah, Bu. Ini sudah terjadi. Sekarang yang penting adalah bagaimana kita bisa membantu dia sembuh."
Aku bersyukur memiliki orang tua yang penyayang. Meskipun aku telah membuat kesalahan besar, mereka tetap menyayangiku dan memberikan dukungan.
Proses penyembuhan IMS tidak mudah. Aku harus menjalani pengobatan yang panjang dan menyakitkan.

Selain itu, aku juga harus menghadapi stigma dari masyarakat. Banyak teman-temanku yang menjauhiku setelah tahu tentang penyakitku.
Namun, aku tak menyerah. Aku bertekad untuk memperbaiki hidupku. Aku mulai mendekatkan diri pada Tuhan, mengikuti kegiatan positif, dan menjauhi pergaulan yang buruk.
Aku belajar banyak dari pengalaman pahit ini. Aku belajar bahwa kebebasan tanpa tanggung jawab hanya akan membawa petaka.

Aku belajar bahwa kenikmatan sesaat tak sebanding dengan penyesalan seumur hidup. Aku belajar bahwa menjaga diri adalah investasi terbaik untuk masa depan.
Kini, aku berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Aku ingin membuktikan kepada orang tuaku bahwa aku bisa menjadi anak yang bisa mereka banggakan. Aku ingin menunjukkan kepada dunia bahwa aku bisa bangkit dari keterpurukan.
Meskipun hidupku sempat rusak karena menjadi anak kos yang tak bisa mengontrol diri, aku percaya bahwa masih ada harapan untuk memperbaiki semuanya.

Aku akan terus berjuang, belajar, dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. Karena aku yakin, setiap kesalahan adalah pelajaran berharga untuk menjadi lebih dewasa.

Posting Komentar untuk "Hidupku Rusak Sejak Jadi Anak Kos"