Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenapa dengan P³n¹sku?


Fahmi baru menyadari ada hal yang tidak beres ketika usianya menginjak tiga puluh. 

Bukan soal karier, bukan pula soal asmara yang selalu setengah matang, melainkan sesuatu yang jauh lebih pribadi dan sulit diceritakan di warung kopi.

Suatu malam, setelah mandi, ia berdiri lebih lama dari biasanya di depan cermin kamar mandi kos. 

Ada rasa perih yang datang dan pergi, terutama setelah seharian beraktivitas. 

Awalnya ia mengira sepele. Kurang bersih, mungkin. Atau sekadar iritasi. Tapi rasa itu makin sering muncul, makin mengganggu, dan makin sulit diabaikan.

Ardo adalah satu-satunya orang yang akhirnya tahu. Mereka berteman sejak kuliah, sudah melewati fase saling bongkar aib tanpa sungkan. 

Di sebuah angkringan, Fahmi bicara pelan, seperti sedang mengaku dosa.

“Do, gue kayaknya harus sunat ulang.”

Ardo hampir tersedak teh panas. 

“Ulang? Emang dulu kenapa?”

Fahmi mengangkat bahu. 

“Dulu disunat pas kecil. Katanya beres. Tapi sekarang… kulitnya masih nutup sebagian. Sering sakit, sering merah. Kadang nyeri pas ereksi. Capek pura-pura baik-baik aja.”

Ardo terdiam. Untuk pertama kalinya, wajahnya tidak penuh canda. 

“Lu udah cek dokter?”

“Udah. Katanya ada sisa kulup, jaringan parut juga. Bukan salah siapa-siapa. Tubuh gue aja tumbuh.”

Kalimat itu menggantung lama. Tubuh gue aja tumbuh. Ardo mengangguk pelan. Dunia memang sering berubah diam-diam, lalu menagih keputusan.

Hari tindakan tiba lebih cepat dari yang Fahmi bayangkan. Klinik kecil, lampu putih, bau antiseptik yang menusuk hidung. 

Tak ada heroisme. Tak ada keberanian berlebihan. Yang ada hanya rasa pasrah dan keyakinan bahwa ini perlu.

Dua minggu kemudian, Fahmi kembali duduk di angkringan yang sama. Geraknya masih hati-hati, tapi wajahnya lebih ringan. Seperti seseorang yang akhirnya berdamai dengan tubuhnya sendiri.

“Gimana?” tanya Ardo.

“Lebih baik. Jauh,” jawab Fahmi jujur. 

“Harusnya dari dulu.”

Ardo tersenyum miring. 

“Kadang masalah lama baru berani kita beresin pas udah capek pura-pura kuat.”

Fahmi mengangguk. Ia sadar, sunat ulang bukan soal pisau atau prosedur. Ini soal keberanian mengakui bahwa sesuatu yang dulu dianggap selesai, ternyata belum benar-benar selesai.

Dan hidup, seperti tubuh, kadang memang butuh diperbaiki ulang. Tanpa drama. Tanpa malu. Hanya jujur pada rasa sakit, lalu memilih sembuh.

Posting Komentar untuk "Kenapa dengan P³n¹sku?"