Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Semvak Baru Gary

Gary berdiri di depan cermin kamar kosnya sambil mengernyit. Di tangannya tergenggam celana dalam baru warna abu-abu yang baru saja dibelinya di toko pakaian pria. 

Dira, teman kos sekaligus sahabat lamanya, melongok dari pintu sambil menahan tawa.

“Serius, Gar? Kamu bisa berdiri lima menit cuma buat mikirin mau pakai itu atau nggak?” godanya.

Gary mendengus. 

“Ini bukan sembarang celana dalam, Dir. Katanya bahan modal, super lembut, dan anti-gerah. Aku cuma mau pastiin... cocok nggak sama aku.”

Dira tertawa lebar. 

“Ya cocok-cocok aja. Lagian siapa juga yang mau nilai?”

Gary mendesah. 

“Kenyamanan itu penting, Dir. Aku udah trauma sama boxer yang bahannya panas. Dikit-dikit lecet, dikit-dikit gatal. Aku udah riset, bahan itu ngaruh banget.”

Dira, yang memang suka mengamati kebiasaan aneh Gary, menarik kursi dan duduk. 

“Oke, profesor pakaian dalam. Jelasin dong, apa aja tuh risetmu?”

Gary dengan semangat menatap cermin, lalu mulai bercerita seolah sedang memberikan kuliah mini.

“Pertama, ada boxer — enak buat tidur, tapi jangan buat olahraga. Kedua, brief — pas buat kerja karena lebih ketat dan ngasih dukungan. Trus, ada trunk, itu kayak kombinasi keduanya, paling ideal buat sehari-hari. Nah, bahan juga penting: katun itu adem, tapi gampang lembap; mikrofiber bagus buat olahraga; sedangkan modal ini... kayak awan, lembut banget.”

Dira mengangguk sok serius. 

“Berarti kamu sekarang pakai awan ya?”

Gary menoleh, memutar bola matanya. 

“Iya, biar langkahku ringan kayak terbang.”

Keduanya pun tertawa keras. Dira lalu bangkit dan merapikan tumpukan baju di ranjang Gary. 

“Kamu tuh aneh, tapi aku suka caramu mikirin hal-hal kecil kayak gini. Orang lain mungkin anggap remeh, tapi buat kamu, detail penting.”

Gary tersenyum kecil. 

“Soalnya kenyamanan dari dalam bisa bikin hidup terasa lebih enteng. Kalau dalemannya aja bikin risih, mana bisa semangat kerja?”

Dira mengangguk pelan. 

“Kamu bener juga sih. Kadang hal-hal kecil kayak gitu yang bikin hari kita lebih gampang dijalani.”

Setelah itu, suasana kamar jadi lebih tenang. Gary menggantung celana dalam barunya di gantungan dan duduk di samping Dira. 

Mereka berdua memandangi jendela yang terbuka, angin sore menerpa pelan.

“Dira,” kata Gary tiba-tiba, “kamu pernah ngerasa nggak, hidup itu kayak milih celana dalam?”

Dira menatap heran. “Maksudmu?”

Gary tersenyum. 

“Kadang kita harus coba beberapa dulu, baru tahu mana yang paling cocok. Ada yang kelihatan bagus tapi bikin nggak nyaman. Ada yang sederhana tapi ternyata pas banget.”

Dira tertawa kecil. “Analogi yang... aneh, tapi masuk akal.”

Gary ikut tertawa. “Ya begitulah hidup. Kadang, hal kecil kayak celana dalam aja bisa ngajarin banyak hal.”

Angin sore makin lembut. Di tengah tawa ringan dan obrolan santai, Dira sadar—Gary memang selalu punya cara unik untuk melihat hal-hal sepele jadi bermakna. 

Dan entah kenapa, sore itu terasa lebih hangat dari biasanya.

Posting Komentar untuk "Semvak Baru Gary"